Hari ini harusnya menyenangkan. Gue dapat giliran presentasi dan dosennya gak ada. Artinya bisa lebih leluasa dan bebas bantahan. Ternyata lebih baik lagi, asisten dosennya entah bagaimana sangat menghibur hahaha. Saking bingungnya harus apa, terlontarlah "Kevin, nyanyi dong sini lagu Sunda..."
Lalu gue mulai kegiatan baru, les bahasa. Koko mentornya (begitu dia biasa disebut) punya kemampuan linguistik yang gue idam-idamkan: Mandarin, Hokkien dan Korea. Karena masih seumuran, belajar pun jauh lebih mudah.
Gue masuk kelas Indonesian Social and Political System dengan mood yang sangat baik dan ekspetasi tinggi, apalagi setelah tahu kalau dosen utamanya gak bisa hadir. Dosen muda yang mengajar di kelas ISPS jauh lebih menarik karena komunikatif dan informatif saat menjelaskan. Tapi kelas ini gak seperti biasanya.
Mas Dosen tersebut menutup kelas dengan memberikan sebuah refleksi yang sangat mengena dihati. He can't see the passion in our attitudes. We, the students of my class, simply don't have the attitudes. Beliau menyampaikan nasihat dengan cara yang sangat mengena dan humanis. "You cannot sell your brand. You have to sell your brain."
He was referring to the our university's big name. It can't hit me any harder. Betul kok, gue ada disini untuk brand. Gue sendiri meragukan kalau gue punya brain and all that it takes sejak hari dimana gue diterima disini. Gue sangat muak, apalagi ini semua ternyata terasa begitu familiar.
Sebelum gue memutuskan untuk mengambil jalan ini, gue sudah bertanya ke banyak orang. Gue selalu berpikir, trauma itu hanya permainan psikologi yang bisa dilawan. Gue selalu percaya akan perubahan. Gue juga bisa percaya terhadap motivasi orang lain. Gue bukan antipati yang gak bisa berkomunikasi, seperti yang orang tua gue selalu katakan.
Tapi ternyata, trauma itu betul-betul mendalam. Perkataan orang-orang yang sempat sangat menguatkan hati terbukti hanya harapan kosong. Usaha untuk menggunakan perasaan, daripada logika dan rasionalitas, ternyata salah dan membuat gue menyesal. Lagi.
Pilihan yang gue ambil menyadarkan gue akan kebodohan diri gue sendiri. Bahkan lebih bodoh dari keledai. Gue masuk kelubang yang sama untuk ketiga kalinya.
I learned it the hard way. Jangan masuk sekolah dan institusi negeri di negeri ini.
No comments:
Post a Comment