Pendaftaran International Undergraduate Program jurusan International Relations untuk tahun 2017 sudah dibuka! Tapi poster gw 2015 soalnya males ganti, gue gak dibayar UGM
Segala informasi bisa dilihat di um.ugm.ac.id pilih IUP dan cari Faculty of Social and Political Sciences aja ok. Gue mau sharing hal-hal yang gak ada diwebsite aja.
TAKE IT WITH A GRAIN OF SALT. BE OPEN MINDED. Ini pemikiran pribadi gue dan tidak merefleksikan jurusan/fakultas/universitas. Alasan gue menulis ini selain karena ingin berbagi, gue gak merasa mendapatkan pandangan yang cukup dari sisi human (bukan academic) sebelum gue memilih atau tersasar di IUP IR. You can judge anyhow you like - again, it is purely my personal opinion.
Proses awal. Alurnya memang bayar dulu baru daftar. Belum bayar uang pendaftaran ya belum bisa akses websitenya apalagi mau dapet nomor pendaftaran.
Dokumen. Ini cukup jelas, cukup mudah. Tahun ini mereka gak minta optional SAT karena emang gak ngaruh. Punya TOEFL atau IELTS gak ngaruh juga karena emang gak diminta dan apapun yang terjadi, tetep harus ikut English Profiency Test punya UGM.
Setelah submit dokumen, mepet-mepet hari H baru akan diumumkan venue tests lewat login website. So bukan terpampang nyata macem Syahrini, harus login dulu sekalian print kartu test juga. tahun lalu di intake 1 sih ga ngaret, Cuma ruangannya aja gak AC dan penuh vandalisme gak pantes jadi agak turn off. Oh ya, venue test bisa dimana saja tapi masih di UGM kok. Cek impression gue tentang itu disini.
Saat test, selalu bawa ID Card. Emang gak akan dicek dengan seksama semacam saat SAT. Misalnya pas daftar pake nomor passport, pas hari H pake KTP. Gak papa. Gak ngaruh.
Isi test IUP IR UGM. Nah ini. Gadjah Mada Scholastic Test itu semacam TPA tapi in English. Kalau biasa mengerjakan TPA harusnya oke. Paling susah di persamaan dan lawan kata aja karena tahun lalu sih setingkat SAT ya. But most of my friends never took SAT before and they were accepted so just chill. Bagaimana persiapannya? Download buku scholastic di google deh. Banyak kok yang in English. Buat yang punya kelemahan di gambar/logika, beli buku TPA di Gramedia aja. Cukup membantu. Gak usah lebay preparation berbulan-bulan, ntar lo yang nyesel temen lo aja santai semua.
English Profiency Test versi UGM namanya AcEPT. Lebih mudah daripada versi LIA. Kalau mau belajar dari buku TOEFL, cari yang versi Paper ya (nilai maks 667 gitu) jangan yang versi IBT. Speaker saat intake 1 tahun lalu sangat parah dan saat listening ga ada pertanyaan. Cuma statement terus di booklet test pun cuman pilihan ganda. Agak membingungkan menurut gue.
Persiapkan mental karena bisa aja lagi ujian mati listrik kaya gue tahun lalu. Don't expect too much dengan embel-embel internasional. (masih kesel)
Interview biasanya diadakan di fakultas masing-masing. Disini baru deh bisa liat ruangan IUP tuh macem apa. Jangan lebay, mejanya sama aja kaya SMP gue (sekolah negeri loh SMP gue). Semua berAC tapi ACnya juga suka panas kok kalo lagi kuliah. Interview gak lama-lama, paling 7 menit. Yang ditanya standard, kenapa HI, apa ekspetasinya gitu. Direct your own interviewer. Gue sih dulu emphasize bahwa gue gak mau HI, ngejarnya Banking and Finance tapi karna di Indonesia ga ada, yaudah deh HI aja. Terus interviewernya nanya, "Masa di FEB gak ada?" "Tapi kamu niat disini kan?"
Ada juga pertanyaan kalo keterima IUP masih mau ikut reguler gak, kalo gak mau, kenapa? Gue bilang karena gue males dengan cara belajar konvensional yang gak nyaman. Konvensional saat itu gue kebayangnya di ruangan-ruangan suram terus dosennya terus ngejelasin tanpa membuka kesempatan untuk pertanyaan haha. Be creative lah. Tapi sepanjang interview gue kebanyakan ngomong kegiatan gue yang menunjang ke-HI-an gue sih.
Yang menarik, dua interviewer yang ternyata dosen HI ini tampaknya gak baca dokumen kita. Mereka gak tau kalo gue attach documents dari past achievements gue dan nilai SAT. Saat gue tanya seberapa penting nilai rapot dan dokumen juga mereka cuma bilang "If you did well on your test this morning, you should not worry about that."
Yha terus dokumen buat apa...
Terus I did ask another question, "Berapa orang yang akan diterima?" saat itu dibilang maksimal 40. Di intake 1 sendiri akan diambil 20 orang katanya sih. Lalu beberapa bulan kemudian gue tanya ke kantor IUP juga dibilangnya maksimal 40. Cuma lagi-lagi namanya juga gak tertulis, jangan kebanyakan ngarep. Tahun ini gue sekelas 52 orang. Sekarang sih di web (disini) tertulis maksimal 35, tapi ya sabar-sabar aja kalo harkos lagi. Toh waktu gathering juga pengurus IUPnya minta mahasiswa untuk sabar sampe semester 3.
![]() |
'katanya sih gini' |
Do I regret my choice? Iya. Do I enjoy my IR life? Depends. Gue gak suka dengan sistemnya yang sangat jauh dari Internasional, gue masih bertanya kenapa butuh 4 minggu untuk ngeluarin nilai. Mana juga tuh small-sized class. Gue gak suka dengan obrolan parkiran yang mendominasi hari-hari. Esensi hidup HInya gak dapet. Tapi gue suka dengan dosen-dosennya yang super smart dan sangat menguasai materi.
The best part of IUP IR? Tingga di Yogya dengan full facility. Gue gak punya cerita menyentuh tentang struggle ke kampus segala rupa, hidup di Yogya sangat nyaman dan murah menurut standard Bogor. English. Tulisan-tulisan gue juga significantly improved karena program dalam Bahasa Inggris. Masih shallow sih tapi. Hands down, UGM menang di lokasi dan suasana dibandingkan UI.
Nyebutnya juga enak. Bayangin, bulan Februari gue udah tenang karena udah dapet Universitas Negeri. Jurusannya bagus pula. Ketenangan itu berlangsung sejak diterima sampai sebelum UAS semester 1. Paniknya pas UAS aja karena banyak tugas.
The worst part of IUP IR? The system. The class ambience. Ga ada angin-angin kiasu yang memotivasi. Semua orang tampak chill atau gue yang terlalu chill, entah. Gue gak termotivasi karena terlalu banyak pembicaraan penyesalan salah jurusan di kelas. Rata-rata, kita sedang beradaptasi. Again, ini sangat personal dan gak mencerminkan IUP IR as an institution.
Kalau gue harus memilih lagi, gue gak akan pilih IUP IR. Gue lebih pengen ke Prasmul untuk jurusan dan kiasunya. Gue suka sih bisa tidur sehari 10 jam. Bahkan lebih. Tidur siang/sore juga jadi rutinitas kok. Kebayang kan sesantai apa? Tapi bukan itu yang gue cari, saudara-saudara. Gue suka jadwal yang padat dan produktif.
Kalau gue harus pilih PTN lagi, gue akan tetap stick dengan UGM. Probably di FEB. Bukan IUP karena selain English dan exemption dari pelajaran Agama (ini sangaaaaaat signifikan buat gue but still), gue belum bisa lihat menangnya IUP dibanding reguler. Exposure? Temen-temen gue banyak yang dari sekolah internasional di Kenya, Jepang, Venezuela, Kanada, Inggris, Korea etc. I think they already got 'an international exposure'. To be honest, gue akan pake SEALNet experiences gue untuk exposure ketimbang harus bayar mahal untuk exchange atau summer school. I don't think I can afford it. I'm proud enough of my exposure in SEALNet anyway haha.
Selamat memilih!
[update]
Gue cukup marah dengan inkonsistensi program IUP ini. Kasarnya, my parents just wasted 25 juta buat tes kesabaran anaknya.
1. Ada alasan kenapa gue bawa-bawa SEALNet ditulisan ini. Saat gue masuk, TERTERA ada 3 jenis exposure. Short term (MUN counted), medium (summer school), long term (exchange atau double degree). Dalam perjalanannya mereka gak anggep short term lagi. Temen gue ada yang merasa sangat tertipu karena dia punya intention yang sama dengan gue, short term aja maunya. Wow. Gue kira mereka udah cukup boong (mau lebih halus, inkonsisten? Intinya sama-sama penipuan) dengan jumlah murid. Taunya masih lebih parah.
2. Gue meninggalkan IUP setelah 1 semester, atau Januari 2015. Yes, I did not formally say bye tapi sistem mereka seBURUK itu karena mereka masih count gue sebagai mahasiswa aktif. Ortu gue terima surat dibulan Oktober 2016. 1.5 tahun... Kalo pacaran terus ditinggal putus, tuh mantan bisa udah nikah sama orang lain n punya anak woy.
![]() |
no pic hoax? |
3. Lo harus tau cerita dibalik 3.07 itu
Diplomacy gue ga inget bahkan gue belajar itu siapa gurunya...
Gue ga ikut midterm International Organization. Make up assignment baru dikerjain menjelang final. Final gue tentang SEALNet btw. Terus tadaa A-
Indonesian Social and Political System.... Wow I truly don't deserve this C+. Bukan karena gue maunya B tapi karena gue GAK ngumpulin final. Alias yes, nilai final gue KOSONG. Tapi gue pass. Dengan C+. Lu tau gak kalo di Korea menghindari C+ buat dapet at least B itu harus jungkir balik ga tidur effort luar biasa? Ini free. Gratis.
Social and Political History of Indonesia, gue telat dan ga ngumpulin beberapa tugas disaat muak dan sibuk dengan KGSP. See. Nilainya masih bagus. Probably karena bobot tugasnya ringan?
Indonesian Foreign Policy... Well kalo gue bisa dapet C+ effortlessly, gue dapet B- karena kasih secuil effort? Hahaha gue masih inget banget finalnya 2 Januari, dihari pengumuman KGSP dan gue ke toilet saat jam 3 Korea buat cek email. Ternyata gue keterima KU then bye. My life di UGM cukup sampai disitu. I submitted whatever shit I wrote I don't really care anymore.
Yang lainnya gue rasa gue deserva apa yang gue dapet. All in all, IPK gue harusnya LEBIH RENDAH dari itu. I am all for fairness and this is not fair. On the other side, gue cukup puas bisa membuktikan mitos bahwa di Fisipol lebih susah dapet IPK 2 koma daripada 3 koma. True.
4. Rekomendasi: kalo lo pinter dan beneran mau masuk UGM, jalur reguler aja. Kalo butuh Bahasa Inggris, masih bisa dicari ditempa lain. Kalo ga pede dan bisanya cuma Bahasa Inggris, ok then this is perfect for you.