Monday, February 10, 2014

Balik Lagi Ke Negeri

Rasanya gue udah puluhan kali ke Yogyakarta, kota yang selalu menawan dan nyaman, tapi ternyata gak banyak yang gue ketahui selain tempat-tempat turis macam Malioboro, Keraton atau Ullen Sentalu ditambah sederetan mall yang paling wajib dikunjungi meskipun tidak ada yang baru.

Weekend kemarin, gue kembali ke Yogyakarta. Kali ini dengan specified purpose yaitu tes masuk salah satu program sarjana di salah satu PTN. Tesnya memang surprisingly cepat, anak RP mungkin yang tahu hanya segelintir karena banyak yang mengira tes-tes mandiri hanya akan dibuka setelah SNMPTN/SBMPTN. No baby, they offer much bigger value - ketenangan dan kepastian.

Dengan mengikuti tes ini, hasilnya akan keluar hanya seminggu setelahnya. I don't know what's next karena memang tidak diumumkan. Tapi pasti masalah payment lah.

Saat akan test, gue punya ekspetasi cukup tinggi. Tes yang nyaman di ruangan dan gedung yang modern. Tapi ternyata enggak. Tesnya diadakan di hall besar di Fakultas Hukum yang terlihat tua dan tidak dilengkapi AC. Sebenarnya itu bukan masalah. Cuma gue sempat kaget dengan meja dan kursi kayunya yang dipenuhi oleh vandalisme tidak pantas.

Gue pun merasa aneh dan kaget. Sudah hampir enam tahun gue ga melihat 'pemandangan' seperti itu di meja. Meja di SMP relatif lebih bersih karena warnanya putih (so tip-ex ga mempan, lagi pula memang gak boleh pake tip-ex), sedangkan di SMA setiap setahun sekali pasti dibersihkan dan di-furnish ulang. Entah mengapa, kalau mau iseng atau bikin contekan di meja pun gak ada yang pake tip-ex tapi pulpen atau pensil. Karena merasa 'lucu', gue mengabadikan salah satu vandalisme yang gue lihat dan menguploadnya ke instagram.

Respon yang gue dapet semua datang dari teman yang satu SMA dengan gue. Barulah gue tersadar, teman-teman yang di sekolah negeri terbiasa melihat semua itu setiap hari. Mereka tidak menganggap itu aneh ataupun worth-posting. Dan kini, gue diingatkan kembali pada realita itu.

Ketika dimulai, tas diminta dikumpulkan di depan ruangan atau samping meja. Karena terbiasa dengan SAT dan ujian-ujian di SMA, gue pun melakukannya dan hanya meninggalkan kartu peserta, passport dan alat tulis di meja. Gue melihat sekeliling gue, banyak sekali yang punya tempat pensil di meja. Gue nggak merasa perlu dan pantas bawa tempat pensil di meja ujian. Tapi tentu, pendapat gue ga ada pengaruhnya sama mekanisme test dong ah. Gue seketika teringat saat akan tes masuk SMA, dimana gue kaget karena tidak boleh membawa tempat pensil. Oh kebiasaan lama itu.

Yang paling mengagetkan adalah ketika seluruh peserta diminta membawa ID tapi ID tersebut sama sekali tidak dicek. Gue udah ekstra hati-hati dan terus mengecek passport gue karena hal yang paling gak gue inginkan saat ini adalah kehilangan passport. Gue ga bisa bawa ID lain karena nomor ID yang gue registrasikan adalah nomor passport. Sempat sih terpikir, "Halah, mana peduli. Paling yang di cek cuma nama sama foto."
Ternyata, jangankan cuma cross-check santai, dilirik pun tidak. Saat itu, gue disentil bahwa tidak semua institusi punya standar yang sama.

Hal itu membuat gue bertanya, "Apa gue siap balik ke keadaan awal nanti - yang mungkin penuh kecanggungan?"

PASTI SIAP.
Iya, gue yakin. Cuma harus banyak belajar untuk menutup mulut, bersabar dan menolerir pelanggaran idealisme.

No comments:

Post a Comment