Sunday, November 12, 2017

Interest dan Passion

Semester ini, gue banyak ngobrol hal-hal berbobot dengan salah satu teman gue disini. Sebenarnya, ada banyak topik yang cukup menggugah gue tapi yang tadi malam benar-benar menyentuh. Berawal dari ngomongin kurikulum sekolah impian, sampailah kita kepada bagaimana passion berperan besar terhadap hidup.

Temen gue ini lulusan sekolah (SMA) internasional. Tapi bukan asal sekolah fancy, orang tuanya masih melek dan ngitung uang tiap bayar sekolah. Dia ga bisa masuk sekolah impian, karena harga yang diluar jangkauan. Gue sangat mengerti, karena situasi gue serupa. Gausah ngomong sekolah internasional impian, sekedar sekolah swasta impian yang bayarnya masih dibawah 1 juta perbulan aja gue perlu melewati berbagai ujian mental. 

SMA gue dulu pake sistem subsidi silang, bayar sesuai pendapatan orang tua. Uang sekolah bulanan gue cukup mahal, ya karena orang tua gue dianggap memiliki kemampuan segitu. Tapi orang kan ga tau kalau mereka gamau bayar sebesar itu? Jangan lagi bermimpi masuk sekolah internasional. Gue sangat sering bercerita dan mengatakan seberapa bangganya gue masuk SMA RP, dan suatu hari, gue 'mengiklankan' SMA RP ke adek gue yang lagi galau pilih SMA mana. Nyokap gue menyambar, "Iya kakak seneng sekolah disana, tapi bayarnya nyusahin orang tua."

Urusan biaya memang jadi tantangan rutin hidup gue. 

Back to topic. Kalau gue dan temen itu boleh memilih, kita pengennya masuk IB alias International Baccalaurate. Kita peduli dengan pendidikan dan interest kita. Kita ga mencari sekolah yang mudah lulus atau nama terkenal, kita mau value pendidikan itu sesuai dengan effort dan waktu kita. Bukan kita, kesempatan yang datang dan pintu-pintu yang terbuka setelah lulus IB itu worth all the pain and money. Apa daya, money-nya bukan milik kita tapi orangtua kita kan?

Nah, generasi adik gue dan adiknya jauh lebih beruntung. Adek gue pada akhirnya 'diseret' masuk SMA RP karena somehow nyokap gue convinced kalo SMA RP itu terbaik buat dia. Adek temen gue juga sudah on track untuk IB, bahkan tanpa dia mau. Tapi kemudian, ada satu persamaan: dua-duanya menolak 'privilege' itu, karena SMA RP atau IB bukan interest mereka.

Gue ngalamin betapa susahnya belajar di sekolah negeri, karena itu ga sesuai dengan warna gue. Adek gue tersiksa bukan main di SMA RP, karena dia ga suka belajar dan kualitas pelajaran di RP memang hell. Senada dengan kasus temen gue dan adeknya, ini malah ekstrim karena akhirnya adeknya berhenti sekolah. Then temen gue bilang, "Punya saudara itu emang susah, karena kakaknya dijadiin standar terus adeknya jadi shadow. Padahal minatnya ya bisa beda banget"

Bener. Mana ada cerita adek gue jadi anak bisnis, lah dia kalo punya uang atau apapun merasa lebih baik dibagi ke temen-temennya dibanding diuangkan lagi. Sedangkan gue yang super bisnis ini udah tau banget apa yang gue mau, dan ga perlu sih liat ke siapa-siapa untuk cari konfirmasi. Tapi gue yang buka path dan adek gue akan selalu ada dibelakang gue kan? Padahal kita dua individu yang berbeda, kebetulan aja muka mirip, family name sama. Value gue dan value dia pun bisa jadi berbeda.

Jalan hidup orang emang ga pernah sama, tapi pada akhirnya, gue dan temen gue ini meyakini bahwa kita sama-sama mencari kebahagiaan, memenuhi minat kita dan mengejar passion kita. Definisi kebahagiaan buat gue saat ini bukan uang atau status, karena gue pernah punya banyak uang dan pernah gak punya uang, tapi tetep bisa sedih banget atau seneng banget, gak tergantung sama uangnya. Gue lebih bahagia ketika gue punya kebebasan untuk menata hidup gue sendiri, melakukan hobi-hobi gue yang gak dipahami orang lain (ke Italia nonton konser... bangun jam 5 pagi buat berenang atau buat nonton Lee Chong Wei). Gue sangat bahagia ketika bisa membantu, siapapun itu, disaat gue melihat diri gue sendiri masih suka egois.

Minat gue dan minat temen gue sangat berbeda dan beragam. Gue suka badminton, jalan-jalan, musikal, volunteering, banking, finance, reservasi lingkungan, vegan, fair trading, social entrepreneurship, social innovation, (commercial) aviation... banyak banget dan gak saling nyambung. Temen gue bilang, minat itu bisa berubah kapan aja. Yes, dulu gue minat banget sama handcraft dan tari tradisional, tapi sekarang udah ga berbekas karena keterbatasan waktu. Minat itu hilang dan tumbuh.

Nah sekarang passion. Menurut gue, passion lebih steady dan long-term. Temen gue punya extreme view, buat dia passion itu semacam pride. Kalo orang lain berkata negatif soal passion, lo bakal down. Lu bakal selalu inget dan mengarahkan path lu ke passion atau passion itu alasan lu buat hidup. Gue mungkin masih takut mengatakan bahwa passion gue adalah ini atau itu. Tapi dia bilang, kalo lu udah passionate banget soal suatu hal, tau atau gak tau, qualified atau gak qualified itu selalu bisa diusahakan karena endingnya lo punya dorongan yang sangat kuat untuk menguasai hal tersebut.

Passion gue rasanya mengabdikan diri untuk masyarakat lewat social entrepreneurship. Gue masih yakin dengan kemampuan gue berbisnis, terutama dalam mencari kesempatan untuk menguangkan semua hal. Tapi gue juga peduli banget sama etika, hidup gue ini mau bahagia dunia akhirat tapi gak sendirian. Kalo mau sendirian sih, gampang dong. Tinggal hidup dengan gelimang harta, nonton konser tiap hari, keliling dunia... Tapi nyatanya, kebahagiaan dari concert trip gue did not last long. Yang last long malah kebahagiaan gue keluar masuk Asia Tenggara buat ketemu anak-anak muda penuh semangat dan gak lupa, mainin sisi bisnisnya. Harus bisa cari uang buat membangun region, gak selalu minta donasi.

Nah, ini pelajaran banget. Gue sempet lupa sama beberapa passion gue karena kesibukan ini dan itu. Tapi pada akhirnya, setiap ada sesuatu yang berbau social entrepreneurship, gue bisa buang semua aktivitas gue demi belajar sedikit tentang sesuatu yang gue sangat sukai. Gue tahan baca riset dengan bahasa ketinggian, karena gue merasa itu fun kalo soal masyarakat luas. Gue memang taro pengembangan masyarakat lewat social entrepreneurship sebagai life goal gue dan ga berencana langsung kesana setelah lulus kuliah. Tapi gue, sadar atau gak sadar, akan selalu balik ke passion itu. 

Buat yang masih belum tau apa passionnya, coba deh cari. Prosesnya ga instan karena lo harus coba berbagai hal sebelum bisa menentukan apakah itu bener-bener yang lu cari dalam hidup. Selamat mengenal diri sendiri lebih baik lagi. :)

1 comment:

  1. ada banyak topik yang cukup menggugah gue tapi yang tadi malam benar-benar menyentuh.

    https://www.agensabungayam.site/

    ReplyDelete