Saturday, June 6, 2020

Perbedaan Part-Time, Intern dan Kerja

Akhirnya nulis lagi setelah 2 bulan!
Gue lagi beradaptasi dengan pola hidup baru aka jam kantor, jadi kadang masih jelek time managementnya. Gue terbiasa tidur lama (9-10 jam per hari), tapi karena ngantor, tentu harus dikurangi.

Kali ini gue mau cerita beberapa perspektif newbie mengenai pressure, plus minus singkat dan pelajaran dari berbagai step bangun karir. Kehidupan sekolah, kuliah, intern, part-time, freelancer, kerja kantoran semua beda banget tantangan dan warna-warninya. Gue sejauh ini paling menikmati part-timer, intern dan kerja kantoran.

Perlu dicatat, pengalaman gue mayoritas di Korea, sebagai warga asing. Murni perspektif pribadi ya, karena pasti pengalaman tiap orang unik.

Part-timer itu super menyenangkan karena lu pilih sendiri jenis kerjaannya dan bisa pake waktu-waktu kosong kuliah. Gue part-time sales (Indomie atau kartu telpon) cuma sesekali, dan nilai plusnya adalah ngobrol dengan customer, relax, lu tentuin sendiri ritme mau ngegas banget kaya mba-mba di konter HP teriak-teriak "Silahkan kakak" atau sekedar "Halo" sambil nunggu customer lewat. Gaji gue dibayar perjam, jadi ga terlalu terbeban sales. Kerjaan lain adalah part-time di KBRI sebagai asisten berbagai jenis kerjaan kantoran. Ini best banget sih karena ritme kerjanya santai dan makan siang selalu enak-enak. Belum lagi boss yang baik dengan lifestyle Indonesia yang hobinya ke mall untuk cari beberapa keperluan.

Minusnya part-time... Incomenya ga pasti, tergantung demand pekerjaannya. Selain itu, jarang juga belajar skill baru secara mendalam, karena gue ga pernah lama-lama (rekor 9 bulan di KBRI). Kalau lesson lain sih jadi bisa tau dinamika berbagai pekerjaan dan menambah relasi ya.

Untuk memenuhi 'haus belajar', intern adalah cara yang terbaik. Gue punya posisi yang spesifik, bukan sekedar pembantu umum atau asisten serba bisa. Selagi ngantor, gue bisa liat langsung bagaimana perusahaan atau divisi tersebut bekerja, ikut rapat, tau cara ambil keputusan, dan liat budaya kantor. Intern juga pressurenya ga besar, jadi cukup leluasa untuk mencoba hal baru dan membuat kesalahan, after all ini periode pedekate perusahaan juga kok buat liat talent.

Gue pernah intern di perusahaan Indonesia dan perusahaan Korea. Untuk perusahaan atau institusi Korea, gue pernah coba intern di tempat yang pegawainya kurang dari 10 orang sampai yang ribuan orang dan ga kenal manusia selantai. Dinamikanya beda-beda, pendapatan dan pressurenya juga beda-beda. Intern di perusahaan minimal dibayar upah minimum negara, atau pengalaman sangat langka saat gue yang menawarkan diri untuk 'belajar' di institusi tersebut, gue dibayar makan siang dan transport doang sekitar 5 juta rupiah (sangat kecil untuk ukuran Seoul).

Pressure sebagai intern sebenarnya bisa sangat besar, tanpa gue sadari. Saat intern diperusahaan besar, gue suka banget kerjaan gue, kesempatan kenal orang-orang, belajar ini itu. Tapi gue tiap hari pulang ke rumah marah dan sakit kepala, bahkan untuk pertama kalinya gue merasa meriang, karena gue ga bisa beradaptasi dengan baik disana. Gue terbebani dengan budaya yang benar-benar baru dan banyak aspek yang sulit diterima. Gue baru sadar bahwa gue stress, saat bestfriend gue bilang 1001 hal tentang mengapa gue ga cocok kerja disana.


Sebenernya mungkin ga harus segitunya, tapi attitude gue terhadap pekerjaan jadi salah satu faktor kenapa bisa stress banget jadi intern, disaat gaji puluhan juta dan pulang ga pernah lembur. Ga pernah dimarahin juga.

Lalu saat kerja distartup, gue selalu merasa degdegan karena gue selalu merasa ga bisa menyelesaikan tugas yang tidak sempurna. Ini terjadi karna gue bingung dengan instruksi bossnya, tapi gue susah klarifikasi karena memang distartup, perubahaan terjadi setiap jam. Gue ga tenang karena gue merasa ga maksimal, tapi mau maksimal pun kurang paham caranya. Beruntung gue selalu bisa ngomong heart-to-heart sama CEOnya. Kesimpulan akhir gue sih ternyata gue ga masuk dengan budaya perusahaan tersebut.

Sebagai intern, gue sempet kaget dengan hierarki perusahaan yang terbilang 'kelewatan'. Gue pernah merasa agak tersinggung saat kemana-mana selalu dipanggil 'intern' dan digunakan sebagai tukang foto saat meeting di luar negeri. Selain itu, ada juga pengalaman dimana gue merasa gue ga pernah dapet feedback sama sekali. Karena intern foreigner ga ada takut-takutnya, gue ngomong aja ke boss gue apa sih perasaan dan kesulitan gue disitu. Boss gue menerangkan dengan baik, tapi kemudian feedback ini nyampe ke seluruh direksi... Gue kaget dan gue culture shock dengan budaya perusahaan Korea. Ternyata open communication itu bukan budaya perusahaan Korea. Gue ga tau apa yang benar, apa yang salah. Gue banyak membuat kesalahan karena gue berperilaku seperti orang asing, bukan orang lokal, yang minim pengalaman.

Bersyukurlah karena pengalaman-pengalaman intern, gue jadi lebih siap masuk dunia kerja. Awalnya, gue berpikir bahwa intern dan kerja full-time ga akan banyak bedanya. Toh guna internship kan biar paham dinamika dunia kerja. Tapi ternyata salah, dan Ilen put it nicely for me. Perbedaan utama ada di ekspetasi dan tanggung jawab.

intern, according to Ilen

Karena gue mungkin hidup cenderung ngegas, gue pas internship pun ngegas meski sebenernya mungkin ga usah segitunya.

Lalu sekarang, sebagai anak baru diperusahaan, gue merasa banyak plus dan tantangan yang berbeda dibandingkan dengan saat part-time atau internship. Plusnya tentu pelajaran hidup yang lebih banyak dan perspektif yang lebih luas. Keknya terdengar terlalu bijak, tapi gue selalu suka kesempatan-kesempatan belajar dari luar sekolah... Selain itu, stabilitas karena lu tau lu ada diinstansi tersebut untuk jangka waktu yang panjang, ga kaya intern yang sebulan dua bulan. Gue cukup mensyukuri stabilitas, karena gue cenderung plan hidup jangka panjang. Tapi konsekuensinya sudah jelas: tanggung jawab yang jauh lebih besar. There is no room for free mistakes anymore. Tidak seperti intern, kalau jadi pegawai tentu semua kesalahan dan prestasi lu diukur dengan lebih menyeluruh.

Sebagai pegawai baru, gue masih banyak kebodohan dan kesalahan, terutama dalam hal-hal yang berhubungan dengan birokrasi. Tanggung jawab dan bagaimana harus menyikapinya pun cenderung lebih ekstrim: lu dikasih tugas X, selesaikan. Mau artinya lu kerja lebih panjang, atau harus invest waktu belajar diluar kantor yang cukup lama, itu terserah individu masing-masing. Selain itu, setiap keputusan dan tindakan individu tentu harus didiskusikan dengan proses yang sesuai. Mengetahui dan membiasakan diri dengan proses yang sesuai ini cukup lama.

Bagaimana dengan tingkat stressnya?
Gue enjoy dengan pekerjaan gue saat ini dan dapat atasan yang match dengan preferensi atau style gue, jadi sebenernya stress tidak setinggi saat intern. Gue sehat, ga pulang meriang atau marah-marah. Tentu tetap ada beban kerjaan dan pressure untuk jaga hubungan profesional, tapi sejauh ini tidak ada yang berlebihan. Stress datang disaat gue merasa bodoh, ga qualified, dan berakhir dikualitas kerjaan yang jelek. Tapi hal-hal seperti ini gue rasa bagian dari belajar, karena ga ada pegawai yang begitu masuk langsung sempurna kan. Tambahan beban paling ada dari dinamika kantor, tapi ga langsung bersinggungan dengan kerjaan gue juga.

Banyak yang tanya, kok bisa (terlihat) keren kak banyak pengalaman? Kok bisa selalu positive pikirannya?

Ternyata salah satu jawabannya adalah kelebihan sekaligus kekurangan gue, yaitu reaksi gue terhadap feedback. Gue sadar gue haus feedback, tapi ternyata reaksi gue cukup ekstrim untuk atasan atau kolega gue, dimanapun. Jadi saat gue mendapat masukan mengenai kerjaan (mau pas part-time, intern, kerja, atau di SEALNet), gue ga pernah down. Gue ga pernah terlihat emotionally affected, atau stress. Ini bisa jadi sebuah kelebihan karena 'mental kuat'. Menurut gue simple, saat gue sedang dikritik soal kerjaan dan performa, itu untuk kebaikan gue juga. Gue ga paham kenapa harus sedih atau marah. Toh boss atau kolega menegur untuk kebaikan dan progress kerjaan. Dibanding diem-dieman karna gatau apa-apa, terus tiba-tiba berantem? Makanya gue selalu santai, karena bersyukur dan menikmati prosesnya.

Tapi disisi lain, hal ini justru membuat si pemberi feedback yang stress, karena menganggap gue abai dan cuek dengan masukannya. Padahal simply karena gue kerja ga pake feeling sama sekali... dan setelah gue menerima masukan tersebut, gue butuh waktu untuk memberikan reaksi atau menunjukkan perubahan ekstrim. Orang-orang pada umumnya mengharapkan 'vulnerability', karena ga enak kan ngomong sama batu. Ga enak kan susah-susah marah-marah, tapi terus yang dimarahin malah ga bereaksi.

So yes, you see one side sebagai kelebihan, tapi the other side buat orang lain, itu adalah kekurangan. Gue masih banyak belajar dan harus adaptasi dalam berbagai situasi. Gue berharap teman-teman bisa selalu punya keinginan untuk mengembangkan diri dan diberikan kesempatan untuk itu. Kalau situasi memungkinkan, rekomen banget sih buat nyobain freelance, part-time, intern sebelum mulai kerja full-time. Karena semua pengalaman yang berjenjang ini membantu gue untuk hal-hal yang lebih besar. Gue ga tergiur kerja freelance ala travel blogger atau content maker, karena pas kuliah udah pernah coba, tapi ternyata ga cocok. Gue jadi tau karakteristik perusahaan apa yang gue cari, karena ternyata melalui internship gue sadar bayangan gue setelah dicoba beda dengan ekspetasi.

Secara religi, gue percaya arti dari "Tuhan ga mungkin memberikan cobaan diluar kemampuan umatnya" adalah karena dalam hidup, kita senantiasa dilatih untuk menghadapi tantangan-tantangan berbeda. Levelnya akan selalu naik. Saat ini mungkin gue lagi kesulitan dengan satu hal, tapi begitu gue bisa melewatinya, ujian belum beres. Gue akan diberikan ujian yang lebih besar lagi. It will never stop.

Lo ga bisa menghindar, tapi lo selalu punya pilihan untuk be positive. Lo juga punya pilihan untuk ga egois dan membagikan apa yang lo pelajari ke orang lain, kan. Manatau bisa membantu.

1 comment:

  1. Really enjoyed your blog! Pengen bgt coba part time or intern di korea. Sekarang lg s2 di korea. Apa kantor di korea welcome sama karyawan muslim dan berhijab?

    ReplyDelete