Akhir-akhir ini gue kepikiran, ras, kewarganegaraan itu kaya undian. Random aja, karena banyak kejadian tidak menyenangkan terhadap ras tertentu atau agama tertentu. Kita ga bisa pilih mau lahir jadi ras apa, kan? Siapa sih yang 'cari ribut' mau pilih identitas yang banyak jadi target kekerasan? Eh tapi identitas tuh banyak juga yang bisa dipilih. Diluar ciri fisik, identitas juga mencakup ideologi, agama, cara berpakaian dll. Agama dan ideologi terlalu berat buat dibicarakan. Ada hal yang lebih simpel mengganjal.
(Disclaimer: tulisan panjang ini beneran SIMPLE banget intinya, tapi terkesan atau sengaja dibuat ribet, mungkin karena pengaruh terlalu banyak engage dengan diskusi 'woke citizen' yang selalu mempertanyakan soal identitas dan banyak share soal the struggle of finding the way to fit in.)
Keseringan gabung diskusi digroup expat dan Third Culture Kid (komunitas yang bingung dia asalnya darimana, misal second generation Asian American, nah dia harus tetep belajar budaya Asia spesifik dari asal orangtuanya ga? Atau cukup memeluk identitas sepenuhnya sebagai American aja?), gue jadi mikirin pengalaman gue sendiri. Mudah sih, gue kan lahir dikeluarga yang Indonesia banget. Ortu gue mana kenal negara dan budaya lain selain Indonesia? Dari lahir ya taunya Pancasila, Indonesia Raya dan sekolah ikut kurikulum nasional.
Tapi pengaruh group-group tersebut dan pertanyaan banyak orang Indonesia yang gue jumpai diluar negeri bikin galau.
Kamu Indonesianya dari mana? Kamu asli mana?
Nah loh. Sebenernya pilihan jawaban gue sedikit, cuma tempat lahir, suku orang tua atau kampung halaman gue, 'kan? Tapi ga sesimple itu.
Tahun lalu, gue ikut seleksi pegawai salah satu instansi pemerintah dan ada kolom yang meminta PROVINSI ASAL setiap anggota keluarga (masing-masing orang tua dan saudara kandung). Tanpa penjelasan tambahan. Cuma ada dropdown 34 provinsi di Indonesia. Gue nanya lah "Asal tuh artinya apa? Tempat hidup apa etnis?"
Nyokap gue bilang ETNIS. Tapi terus gue tanya, emang etnis gue apaan? Nyokap gue asal Jawa Tengah yang menganut patriarki. Berarti suku gue dan adek gue ditentukan oleh suku bokap. Tapi bokap gue etnis Sumatera yang menganut matriarki, dimana menurut suku bokap, etnis gue ikut suku nyokap. Gue dan adek gue jadi ga punya suku. Tapi terus kalau mau pake approach provinsi asal sebagai tempat hidup, nyokap gue bilang lebih pas pake tempat lahir. Buat dia, kita semua tinggal di Jawa Barat, tapi dia mana ada sense of belonging ke Jawa Barat. Masuk akal.
Akhirnya diisi sekenanya, gue pilih 'tempat lahir' buat anggota keluarga, tapi Jawa Barat buat gue. Alhasil seluruh anggota keluarga gue punya PROVINSI ASAL yang berbeda. Gue mendadak kesel dengan pertanyaannya.
Kenapa gue merusak suasana dengan ga mengisi provinsi asal berdasarkan tempat lahir?
Well, gue lahir di Jawa Timur tapi gue tidak pernah merasa gue punya jejak-jejak asal Jawa Timur. Gue lebih nyaman jawab Jawa Barat dong. Gue bisa bahasanya, pede dan bangga dengan keseniannya, lumayan identify sebagai orang Bogor dengan semua slang aneh dan kebiasaan-kebiasaannya. Fast forward, rasisme dan diskriminasi yang mengarah pada ras tertentu membuat gue memikirkan balik soal jawaban dari pertanyaan "Kamu asli mana?"
Ini hasil polling di Twitter, berserta lebih dari 100 respon dari teman-teman pembaca yang bercerita soal rumitnya menjawab pertanyaan ini.
Ternyata ada jutaan orang yang memiliki kegalauan serupa. Ternyata banyak juga yang ga peduli atau udah pusing, jadi jawaban 'gatau ah bye' dirasa menggambarkan. Mungkin ini mengakomodir yang bokap dan nyokapnya beda suku, terus tinggal diprovinsi yang beda lagi. Malah dikit yang suku dan tempat tinggal tau kampungnya seragam, jadi ga pusing jawab.
Jawaban gue pun ganti-ganti ikut suasana, tapi jawaban favorit gue adalah "Dari Bogor tapi bukan orang Sunda."
Biasanya orang akan melupakan atau underestimate kemampuan gue berbahasa Sunda. Mungkin karena gue dianggap 1 dari jutaan warga berKTP Bogor perantau. Well, true. Ortu gue ga punya alasan lain pindah ke Bogor hampir 20 tahun lalu kalau bukan karena kerjaan di Jakarta, tapi mampunya beli rumah di Bogor. Purely for practicality & economic reason, that's it.
Gue inget pas SD, nyokap gue sering kesel kalau dia ga bisa mengerti instruksi tukang parkir atau asisten yang datang ke rumah - karena suka diselipi kata-kata dalam Bahasa Sunda. Apa terus 20 tahun setelah tinggal di Bogor dia bisa Bahasa Sunda? Ngga. She chooses not to associate herself with any Bogor culture, selain budaya ke mall. Bahasa yang dipake dirumah gue dulu (SD-SMP) tuh Indonesia dan Jawa sebelum akhirnya sekarang semua orang meninggalkan bahasa daerah dan rely 100% dengan Bahasa Indonesia, despite living in Bogor. Sama seperti banyak cerita Third Culture Kid yang mungkin baru belajar bahasa nasional pas masuk sekolah.
Beneran ga ada yang bisa bahasa lain di rumah? Jawanya ilang? Inggris?
Iya, orang rumah secara sadar, untuk alasan practicality, pakai Bahasa Indonesia aja. Gue suka diversity, tapi cuma bisa teriak-teriak Bahasa Sunda broken ke adek gue (yang PASTI dibalas Bahasa Indonesia).
Setelah membaca cerita-cerita dikolom jawaban dan quote tweet, gue mantap menjawab Bogor sih. Gue merasa lebih yakin bahwa ga ada aturan resmi soal jawaban dari pertanyaan ini, gue bisa memilih identitas yang gue rasa paling nyaman. Gue paling tahu seluk beluk Bogor di rumah (simply karena ga ada lagi anggota keluarga yang menghabiskan waktu 'explore' Bogor selama gue), cuma gue yang bisa Bahasa Sunda (style Bogor, definitely broken and inappropriate) di rumah, lalu tentu yang paling signifikan, ga ada yang paham sama kecintaan gue sama kecapi, jaipong, pupuh dan hal-hal lain berbau kesenian Sunda.
Sekecil apapun 'acknowledgment' membuat gue senang. Kebetulan, gue baru mendengar celetukan yang tidak disangka-sangka dari atasan di kantor yang juga tinggal di Bogor. Beliau menyebutkan ancar-ancar daerah rumah beliau dengan gedung-gedung terkenal dekat sana, lalu gue menjawab lebih spesifik dengan nama jalan/perumahannya. Beliau pun berkata, "Oh kamu beneran asli Bogor ya?"
Sederhana. Tapi berarti buat gue, karena mungkin gue lagi mencari-cari 'approval' untuk menghilangkan segala keraguan sebelum menjawab gue orang Bogor.

No comments:
Post a Comment